BARA RINDU
Entahlah, sore itu terasa paling berat beban rindu yang dirasakan Nika. Tidak mudah menjadi ibu sekaligus ayah bagi anak-anak. Hampir sulit membedakan rasa lelah dan luka jiwa yang mendera. Ketegaran yang tampak adalah tirai diri mengelabuhi buah hatinya. Bagi Nika, hidup harus berjalan terus. Kalau dia tumbang tentu lebih tumbang lagi gairah hidup ketiga anaknya. Saat buah hatinya tiada di dekatnya, tak mampu lagi dia menahan air mata. Kehilangan matahari dalam keluarga, meruntuhkan pondasi hidupnya. Belum genap setahun hidup sendiri, terasa sewindu menghadang badai kerinduan pada almarhum suami tercinta.
Hidup sebagai single parent yang mapan, membuat banyak lelaki datang untuk mengisi kekosongan hatinya. Nika tetaplah Nika yang setia pada cinta sejatinya. Dia berulangkali harus bersikap bijak menghindar tipu daya para lelaki. Apalagi bayang-bayang dan getaran hatinya, masih melekat pada almarhum suaminya.
Lamunannya tiba-tiba ambyar saat Aliando anak bungsunya memeluk. Putra bungsunya yang masih duduk dibangku SD lah yang mampu menjadi senyum tetap mengembang. Bagai petir maha dahsyat menghantam, saat mendengar curhatan Aliando. “Ma, aku rindu Ayah”. Dipeluk erat putra tercintanya. Walau luluh lantak raga dan jiwa, Nika berusaha senyum. Andai bisa mengucap, maka dia juga akan mengatakan bahwa bara rindu dihatinya juga bergolak.
Mojokerto, 11/8/2020