STRATA NORMA DALAM KUMPULAN PUISI “DOA UNTUK ANAK CUCU” KARYA W.S. RENDRA Strata Norm in poem compilation “Doa Untuk Anak Cucu”
STRATA NORMA DALAM KUMPULAN PUISI
“DOA UNTUK ANAK CUCU” KARYA W.S. RENDRA
Strata Norm in poem compilation “Doa Untuk Anak Cucu”
Drs. Supriyadi, S.E, M.Pd
SMPN 2 Trawas, Kabupaten Mojokerto
Pos-el : supriyadi.mojokerto@gmail.com, HP: 085232960766
Abstrak: Strata norma dalam kumpulan puisi “Doa untuk Anak Cucu” karya W.S. Rendra merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif, pendekatan hermeneutic dan berlandaskan teori strata norma Roman Ingarden. Teknik pengumpulan data berupa observasi dan dokumen dengan analisis data secara induktif. Hasil penelitian mendeskripsikan sebagai berikut: Lapis bunyi berupa persajakan, asonansi dan aliterasi merupakan unsur puisi yang bersifat estetik, memperdalam ucapan, menimbulkan rasa dan suasana yang mempunyai daya evokasi. Lapis arti yaitu satuan arti berupa nilai-nilai ketuhanan, kenegaraan, sosial,kemasyarakatan dan petualangan bawah sadar. Lapis objek yang dikemukakan berupa alam, manusia, religi, kehidupan, kematian, hukum, ketatanegaraan, ekonomi, dan gender. Pelaku : Si aku, Ibu, politisi, Remco, perempuan, lelaki, istri. Latar berupa latar tempat, waktu, suasana. Dunia pengarang adalah cerita perjalanan dunia pengarang, perenungan, peristiwa sosial. Lapis dunia yaitu pelukisan sesuatu yang tidak perlu dinyatakan, tetapi sudah implisit berupa kereligiusan, kedaulatan, keadilan, kemiskinan, rezim kekuasaan, kepastian hukum, kasih sayang, gender. Lapis metafisis yang suci berupa keterbatasan manusia dan kerinduan pada Tuhan. Metafisis yang tragis berupa kegagalan pembangunan, permusuhan antar saudara, kesewenangan penguasa, Metafisis yang menakutkan, mengerikan yaitu rasa terancam, kerusakan tatanan kehidupan. Kesimpulan hasil penelitian yaitu berdasarkan strata norma dalam kumpulan puisi “Doa untuk Anak Cucu” karya W.S Rendra menunjukkan unsur-unsur pembentuknya dan kesatuan makna.
Kata-Kata Kunci: puisi , strata norma, hermeneutik
Abstract: Strata Norm in poem compilation “Doa untuk Anak Cucu” by W.S. Rendra is a qualitative research which using description method, hermeneutic approach and according on strata norm theory Roman Ingarden. The technic of gathering data uses observation and document with analysis data according to inductive.The results of research are sound layer is in rhyme form, assonance and alliteration is element esthetic aspect of poem, deepen utterance, make appear filling and atmosphere which have evocation power.Meaning layer is a meaning in the value form of religion, nationality, social, society, and the adventure of under unconsciousness.Object layer is nature, human, religion, live, death, nationality, economic, and gender. Participant: me, mother, politicos, Remco, Women, men, wife. Setting: place, time, atmosphere. The author’s world is journey story of author in contemplation, social event. World layer is an imagination of something which doesn’t need state, but have been implicit in the religious form, freedom, justice, poorness, authority regime, certainty law, love, gender. Holy metaphysic layer is limitedness of human and missing to the god, the tragic metaphysic is the failure of foundation, enmity between brother, arbitrary of authority, scary metaphysic is the felling of threatened, the destroy of live order. Conclusion of the research is according to the strata norm in poem compilation “Doa untuk Anak Cucu” by W.S. Rendra showing its element form and unity meaning.
Key word: poem, strata norm, hermeneutic
PENDAHULUAN
Karya Sastra hanyalah salah satu genre dari sejumlah besar hasil peradaban manusia. Sebagai aktivitas kreatif, seperti karya seni yang lain, untuk memberikan kepuasan terhadap umat manusia, karya sastra memanfaatkan aspek keindahan. Oleh karena karya sastra menggunakan bahasa sebagai medium utama, maka aspek keindahan di evokasi melalui kemampuan medium tersebut. (Ratna,2013: 107).
Puisi adalah salah satu genre atau jenis sastra. Memahami makna puisi atau sajak tidaklah mudah, lebih-lebih pada waktu sekarang, puisi makin komplek dan “aneh”. Jenis sastra puisi lain dari jenis sastra prosa. Prosa tampaknya lebih muda dipahami maknanya dari pada puisi. Hal ini disebabkan oleh bahasa prosa itu merupakan ucapan “biasa” sedangkan puisi itu ucapan “tidak biasa”. Biasa atau tidak biasa itu bila keduanya dihubungkan dengan tata bahasa normatif. Biasanya prosa itu mengikuti atau sesuai dengan struktur bahasa normatif, sedangkan puisi itu biasanya menyimpang dari tata bahasa normatif. (Pradopo,2012:278).
Setiap pengarang mempunyai pengalaman tersendiri dalam melahirkan pikirannya untuk menciptakan kepuitisan karyanya dan menyampaikan pesan yang diingininya. Kumpulan puisi Doa untuk Anak Cucu W.S. Rendra merupakan ekspresi yang sarat akan pesan dan kepuitisan yang merupakan ciri khas tersendiri dibanding dengan puisi-puisi lainnya.
Ketertarikan mengkaji karya-karya W.S. Rendra tidak terlepas dari ketokohan dan kualitas karya-karyanya. Hal ini terbukti dari beberapa pernyataan dari sastrawan-sastrawan Indonesia yang termuat dalam buku kumpulan puisi Doa untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra, sebagai berikut.
“Sastra itu bukan sekedar seni menyusun kata-kata, lebih penting lagi adalah bagaimana seseorang telah sampai pada pilihan kata-kata yang disusunnya itu – yakni bentuk perhatian seorang penulis kepada dunia dan kehidupan sekitarnya. Dalam hal Rendra, perhatian itu adalah kepedulian, keperpihakan, dan akhirnya keterlibatan, sehingga sastra baginya jelas bukanlah sekadar seni demi pertumbuhan seni itu sendiri. Dalam buku ini, sajak-sajak Rendra menjadi bukti tanggung jawabnya sebagai seorang penyair yang tidak lagi memburu keindahan permainan kata, melainkan keindahan perjuangan hidup manusia, yang sangat amat bias ditularkan oleh segenap susunan kata yang telah dipilihnya. Sebagaimana yang telah dimungkinkan oleh sajak Rendra sebelumnya”. (Seno Gumirah Ajidarma, penulis).
“Rendra adalah sosok pejuang kemanusiaan dan kebudayaan dengan senjata kata-kata. Dia sosok besar yang piawai merangkai fenomena dalam kalimat-kalimat bernas. Disuntikkannya semangat dan gairah melawan dalam setiap pintalan baris. Membaca puisi-puisinya bagaikan tersengat percikan bara yang berusaha mempertahankan nyalanya di tengah serbuan hawa dingin.” (Prof. Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Syarif Hidatullah).
Kumpulan puisi Doa untuk Anak Cucu karya WS Rendra sebagaimana puisi pada umumnya terdiri atas beberapa lapis (Strata). Setiap lapis akan menimbulkan lapis-lapis di bawahnya. Analisis Roman Ingarden di dalam bukunya Das Literarische Kuntswerk (Pradopo, 2012; 14-20) menyebutkan lima lapisan tersebut, yaitu lapis suara (Sound stratum), lapis arti (units of meaning), lapis ketiga, lapis keempat dan lapis kelima.
Pradopo(2012: 14) mengemukakan strata norma menurut Roman Ingarden sebagai berikut:
- Lapis bunyi (sound stratum). Suara sebagai konvensi bahasa, disusun sedemikian rupa hingga menimbulkan arti. Sehingga suara itu tidak hanya sekadar suara tidak berarti. Dengan adanya suara-suara itu, akan bisa ditangkap artinya atau maksud dari puisi tersebut.
- Lapis arti (unit of meaning), yaitu berupa rangkaian fonem, suku kata, kata, frase, dan kalimat. Semuanya merupakan satuan-satuan arti.
- Lapis yang berupa latar, pelaku, objek-objek yang dikemukakan, dan dunia pengarang yang berupa cerita atau lukisan.
- Lapis “dunia” yang dipandang dari titik pandang tertentu yang tak perlu dinyatakan, tetapi terkandung dalamnya (implied).
- Lapis metafisis, berupa sifat-sifat metafisis yang sublim, tragis, mengerikan atau menakutkan, dan suci. Melalui sifat-sifat seni ini dapat memberikan renungan atau kontemplasi kepada pembaca
Penelitian terhadap puisi-puisi WS Rendra dalam kumpulan puisi “Doa untuk Anak Cucu” sebagaimana fokus penelitian yaitu mendeskripsikan lapis bunyi, lapis arti, lapis yang berupa latar, pelaku, objek-objek yang dikemukakan, dan dunia pengarang yang berupa cerita atau lukisan , lapis dunia dan lapis metafisis didasarkan pada strata norma Roman Ingarden dengan pendekatan penelitian hermenutik.
Istilah hermeneutika (Inggris: hermeneutics) pertama kali diperkenalkan ke dalam kebudayaan barat (Eropa) dalam bentuk kata Latin hermeneutica oleh seorang teolog dari Strasbourg bernama Johann Dannhauer. Dannhauer memakainya dalam pengertian disiplin yang diperlukan setiap ilmu yang mendasarkan keabsahannya pada teks. (Muzir,2012:61)
Bagi Ricoeur , hermeneutika adalah teori tentang peraturan yang menentukan suatu eksegesis, interpretasi suatu bagian teks atau kumpulan tanda yang dapat dianggap sebagai sebuah teks. Hermeneutika adalah proses penguraian yang bertolak dari isi dan makna yang tampak, kepada makna yang tersembunyi. (Mulyono,2012:24)
Hermeneutik merupakan teori baru tentang interpretasi. Hermeneutik yang semula hanya digunakan untuk menafsirkan teks-teks Bibel dan kini telah banyak digunakan untuk menafsirkan karya-karya manusia baik berupa sastra maupun nonsastra (Palmer, 2005: 4 & 21).
Berdasarkan uraian di atas, yaitu kemanfaatan puisi bagi masyarakat, kompleksitas puisi dan ketokohan W.S Rendra serta kualitas karya-karyanya, teori-teori tentang strata norma Roman Ingarden dan hermeneutik, serta belum adanya penelitian tentang strata norma dalam kumpulan puisi “Doa Untuk Anak Cucu” karya W.S. Rendra, maka perlu adanya penelitian yang lebih mendalam, sistematis, dan praktis guna mendiskripsikan tentang strata norma dalam kumpulan puisi “Doa untuk Anak Cucu” karya W.S. Rendra.
METODE
Penelitian menggunakan metode kualitatif yang megutamakan kualitas informasi. Dikatakan penelitian kualitatif karena memenuhi ciri-ciri sebagai penelitian kualitatif. Data penelitian diambil dari data alamiah, yaitu kumpulan puisi W.S. Rendra yang berjudul “ Doa untuk Anak Cucu” yang digunakan sebagai bahan acuan dalam proses komunikasi oleh pembacanya. Peneliti sebagai istrumen penelitian, artinya peneliti telibat langsung atau berperanserta dalam pengumpulan data penelitian. Analisis data secara induktif, karena penelitian dilakukan tidak untuk membuktikan hipotesis yang telah disusun sebelumnya, melainkan merupakan pembentukan abstraksi berdasarkan bagian-bagian yang telah dikumpulkan dan dikelompok-kelompokkan. Lebih mementingkan proses daripada hasil, artinya proses penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian ini sebab pengamatan terhadap hubungan antar bagian-bagian yang sedang diteliti akan lebih jelas apabila diamati dalam proses. Ada batas yang ditentukan oleh fokus penelitian artinya pengkajian penelitian hanya terfokus pada fokus penelitian yang telah ditentukan. Desain yang bersifat sementara, yakni desain penelitian yang digunakan senantiasa berubah dan berkembang sesuai dengan temuan objek yang diteliti. Jadi, tidak menggunakan desain yang telah disusun secara ketat dan kaku, sehingga tidak dapat diubah.
Fokus penelitian puisi “Doa Untuk Anak Cucu” dilakukan dengan analisis Norma Roman Ingarden yaitu lapis bunyi, lapis arti, lapis (Objek, pelaku,latar, dan dunia pengarang), lapis dunia, dan lapis metafisis, pendekatan yang dipergunakan atau pisau bedahnya yaitu hermeneutik.
Prosedur penelitian ini dilakukan dengan teknik observasi tekstual dan dokumentasi. Teknik observasi berupa pengamatan secara mendalam terhadap objek penelitian . Teknik dokumentasi berupa pendokumenan atau penulisan temuan objek penelitian sesuai dengan klasifikasi objek penelitian puisi-puisi W.S. Rendra dalam kumpulan puisi “Doa untuk Anak Cucu”. Adapun objek penelitian terdiri dari 22 judul puisi, yaitu (1) Gumamku, ya Allah, (2) Doa, (3) Syair Mata Bayi, (4) Tentang Mata, (5) Inilah Saatnya, (6) Hak Oposisi, (7) Kesaksian tentang Mastodon-Mastodon, (8) Rakyat adalah Sumber Ilmu, (9) Sajak Bulan Mei 1998 di Indonesia, (10) Ibu di Atas Debu, (11) Pertanyaan Penting, (12) Politisi itu Adalah, (13) He, Remco…., (14) Kesaksian Akhir Abad, (15) Sagu Ambon, (16) Jangan Takut, Ibu!, (17) Perempuan yang Cemburu, (18) Pertemuan Malam, (19) Perempuan yang Tergusur, (20) Di mana kamu, De’Na, (21) Maskumambang, (22) Tuhan Aku Cinta Pada-Mu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembahasan merupakan hasil temuan dan analisis data berdasarkan strata norma dalam kumpulan puisi “Doa untuk Anak Cucu” karya W.S. Rendra. Strata norma yang menjadi landasan pokok bahasan meliputi lapis bunyi, lapis arti, lapis objek, pelaku, latar, dunia pengarang, lapis dunia, lapis metafisis. Teori pendukung dalam pembahasan penelitian ini yaitu hermeneutik, untuk melakukan penafsiran terhadap data temuan, baik secara literal, moral, metaforikal, dan anagogikal/mistik berdasarkan diksi (simbol, metafora) istilah, dan ungkapan-ungkapan stilistika, yang dideskripsikan berdasarkan strata norma.
Interpretasi Kumpulan Puisi “Doa untuk Anak Cucu “ dari segi Lapis Bunyi
Lapis bunyi merupakan unsur puisi yang bersifat estetik untuk mendapatkan keindahan dan ekspresif. Bunyi dalam puisi Rendra mempunyai fungsi memperdalam ucapan, menimbulkan rasa dan suasana, yang mempunyai daya evokasi yaitu daya kuat untuk menimbulkan pengertian. Pola bunyi yang bersifat khusus yang dipergunakan Rendra untuk mendapatkan efek puitis, berupa kombinasi bunyi vokal (asonansi), kombinasi bunyi konsonan (aliterasi), sajak akhir dan sajak dalam.
Kombinasi bunyi-bunyi vokal (asonansi) : a dan u terasa berat dan rendah, mengekspresikan perasaan mendalam, mendominasi puisi-puisi WS Rendra . Diantaranya terdapat pada cuplikan puisi ”Gumamku, ya Allah” berikut ini yang berisikan perasaan mendalam tentang pemahaman kuasa Tuhan dan kerinduannya pada Tuhan.
Serambut atau berlaksa hasta
entah apa bedanya dalam penasaran pengertian.
Musafir-musafir yang senantiasa mengembara.
Umat manusia tak ada yang juara.
Api rindu pada-Mu menyala di puncak yang sepi
Asonansi bunyi yang lain, yaitu a, u dan i, kombinasi vokal berat (a,u) dipadukan dengan vokal ringan (i). Ws Rendra mengungkapkan perasaan yang mendalam/galau (vokal a, u) dikombinasikan perasaan emosi yang tinggi (vokal i) , terekpresi pada kutipan puisi ”Syair Mata Bayi” di bawah ini.
Aku merindukan mata bayi
setelah aku dikhianati mata durjana.
Aku merindukan matahari
karena aku dikerumuni mata gelap.
………..
Mata pisau di mana-mana.
Mata batin! Mata batin!
Hadirlah kamu!
Hadirlah kamu di saat yang rawan ini.
Kombinasi bunyi-bunyi konsonan (Aliterasi) yaitu konsonan bersuara (voiced) b dan d, bunyi liquida r,l menimbulkan bunyi merdu dan berirama (efoni) mendukung suasana yang mesra dan kasih sayang. Menggambarkan kemesraan penyair (hamba) dengan Tuhan (paduka), kepasrahan dan kedekatan ruhani tampak pada kutipan puisi ”Doa” di bawah ini.
Allah Yang Maha Benar.
Hamba mohon karunia dari kebenaran
yang telah paduka sebarkan.
Jauhkanlah hamba dari hal-hal buruk menurut paduka
dan dengan begitu akan buruk pula bagi hamba.
Dekatkanlah hamba kepada hal-hal baik menurut paduka
dan dengan begitu akan baik pula bagi hamba.
Kombinasi bunyi-bunyi konsonan (Aliterasi) yang tidak merdu , parau, yaitu bunyi k , p, t, s (bunyi kakofoni) yang cocok menyuarakan suasana yang tidak menyenangkan, terdapat pada kutipan puisi ”Kesaksian tentang Mastodon-Mastodon” berikut .
Aku memberi kesaksian
bahwa di Jakarta
langit, kelabu hambar dari ufuk ke ufuk.
Rembulan muncul pucat
seperti istri birokrat yang luntur tata riasnya.
Sungai mengandung pengkhianatan
Dan samudra diperkosa.
Sumpah serapah keluar dari mulut sopir taksi.
Keluh kesah menjadi handuk bagi buruh dan kuli
Kumpulan puisi ”Doa untuk Anak Cucu” secara keseluruhan banyak menampilkan sajak bebas yaitu tidak terikat oleh aturan persajakan sebagaimana puisi lama. Tetapi ada temuan yang menarik yaitu adanya bait yang bersajak abab dan sajak akhir aaaa diantara kebebasan sajak akhir dalam karya WS. Rendra, yaitu terdapat dalam kutipan berikut :
Sajak akhir abab dalam kutipan puisi ”Gumamku, ya Allah”
Angin dan langit dalam diriku
gelap dan terang di alam raya,
arah dan kiblat di ruang dan waktu,
memesona rasa duga dan kira,
Sajak akhir aaaa dalam kutipan puisi ”Doa”
Jauhkanlah hamba dari hal-hal buruk menurut paduka
dan dengan begitu akan buruk pula bagi hamba.
Dekatkanlah hamba kepada hal-hal baik menurut paduka
dan dengan begitu akan baik pula bagi hamba.
Sajak dalam banyak menambah nilai kepuitisan puisi-puisi Rendra. Diantaranya sajak dalam yang ada dalam kutipan puisi ”Syair Mata Bayi”berikut.
Dalam kehidupan yang penuh mata bisul
hatiku meronta ditawan rangkaian mata rantai.
Sawah gersang tanpa mata bajak.
Mata gergaji merajalela di rimba raya.
Mata badik memburu mata uang.
Mata kail termangu tanpa umpan.
Interpretasi Kumpulan Puisi “Doa untuk Anak Cucu “ dari segi Lapis Arti
Lapis arti dalam puisi “Gumamku, ya Allah”. Dalam bait pertama,’ Angin dan langit dalam diriku’ berarti menyatunya si aku dengan alam.’ gelap dan terang di alam raya’ yaitu identik dengan makna unsur kehidupan yang berupa nilai buruk (gelap) dan baik (terang).’ arah dan kiblat di ruang dan waktu’ si aku berada di suatu tempat dan waktu sedang menghadap kiblat (tafakhur/ sholat). ‘memesona rasa duga dan kira’ hati dan fikiran si aku terkagum. ‘adalah bayangan rahasia kehadiran-Mu, ya Allah!’ adalah bentuk pengakuan adanya Allah.
Pada bait kedua si aku dalam pencariannya (mencari Allah) dengan kegamangannya manafsirkan dzat Allah, sebagaimana para musafir yang tidak pernah berhenti dalam kajian ilmunya. Dan pada akhirnya manusia harus mengakui kebesaran-Nya. Hal inilah yang menjadi kerinduan si aku pada Allah ‘di puncak yang sepi’ (dalam sholat malamnya).
Di bait akhir adalah wujud pemikiran si aku “W.S. Rendra” yang humanis dan moderat. Diakhiri dengan untaian kalimat penutup, bahwa berbagai perbedaan cara beribadah pada dasarnya mempunyai tujuan yang sama “Allah”.
Lapis arti dari puisi ‘Doa’ bermakna kesadaran si aku tentang kehadiran Allah dan penghambaan si aku pada Tuhan. Bentuk kepasrahan dan keyakinan bahwa segala hal tentang hidupnya adalah atas kuasa Allah ‘Dan nafas-Mu membimbing kelakuanku’
Lapis arti puisi ‘Syair Mata Bayi’, yaitu ketidak nyamanan perasaan akibat banyaknya masalah yang berupa pengkianatan, kemarahan, ancaman, pada dirinya dan mengharapkan kejernihan hati untuk mengatasi segala permasalahan yang dihadapi.
Lapis arti puisi ‘Tentang Mata’, tersirat makna pemberontakan jiwa Rendra yang merasa tertawan kebebasannya menyuarakan ketidak benaran.
Lapis arti puisi ‘Inilah Saatnya’, menyuarakan perlunya mengakhiri pertikaian fisik/ kekerasan akibat perlawanan pada kekuasaan “Orde Baru”. Buah pemikiran penyair bahwa perjuangan telah salah arah, perjuangan harus dilandasi kebersamaan bukan golongan , musyawarah, kebenaran, dan kedamaian .
Lapis arti dalam puisi ‘ Hak Oposisi’, menuangkan pikiran Rendra tentang pentingnya Oposisi bagi pemerintahan.
Lapis arti puisi ‘Kesaksian tentang Mastodon-Mastodon’, yaitu kesaksian Rendra tentang kedamaian semu dan kritik pada pemerintah yang dirasakannya otoriter, korupsi membabi buta, dan keserakahan para penguasa.
Lapis arti dalam puisi ‘Rakyat adalah Sumber Ilmu’, mengekspresikan tentang hakikat penguasa, pemerintah dan rakyat. Rakyatlah seharusnya menjadi kiblat atas segala kuasa.
Lapis arti dalam puisi ‘ Sajak Bulan Mei 1998 di Indonesia’, berkisah tentang kejatuhan penguasa “Orde Baru” dan terjadinya kekacauan dimasa itu (Mei 1998).
Lapis arti dalam puisi ‘Ibu di Atas Debu’, berisikan tentang gambaran suasana ibu kota yang kacau, ketidak pastian segala hal.
Lapis arti dalam puisi ‘Pertanyaan penting’, adalah kegalauan penyair tentang situasi yang kontradiktif antara kejayaan Indonesia dengan perlakuan tidak adil pada rakyat ‘marsinah dan petani di Sampang sebagai symbol’ serta mempertanyakan hati nurani penguasa.
Lapis arti puisi ‘ Politisi itu Adalah’, menceritakan tentang profil politisi dengan segala kiprahnya yang hyper protektif, otoriter, munafik, pemboros, serakah dan gila kehormatan.
Lapis arti puisi ‘He, Remco….’, mengisahkan kematian dengan segenap alasan dan cara mencapainya. Dan terselip kisah tentang gender, petrus, demontrasi mahasiswa, bayi malang dan keinginan adanya perubahan (reformasi).
Lapis arti puisi ‘Kesaksian Akhir Abad’, kegelisahan dan kesedihan penyair benturan keinginan, pembunuhan, kejahatan terang-terangan tanpa penegakan hukum, nilai kebangsaan yang luntur dan belum merdekanya rakyat Indonesia serta rusaknya tatanan kehidupan.
Lapis arti puisi ‘Sagu Ambon’, mengisahkan tentang keprihatinan atas permusuhan di Ambon yang seharusnya tidak perlu terjadi.
Lapis arti puisi ‘Jangan Takut, Ibu’, mempunyai arti pesan penyemangat menghadapi hidup dalam segala kondisi.
Lapis arti puisi ‘Perempuan yang Cemburu’, berisikan kisah simbolik perlawanan seorang perempuan. Dengan bumbu kisah kehidupan malam dan kemesraan, tergambar perempuan yang diidentikkan dengan kelembutan bisa berubah ganas dalam kemarahannya.
Lapis arti puisi ‘Pertemuan Malam’, kisah alam imajinasinya penyair berupa penggambaran pertemuannya dengan almarhum ayahanda dan ibundanya.
Lapis arti puisi ‘Perempuan yang tergusur’, berisikan kisah kekaguman penyair atas kisah hidup perempuan tergusur dengan kisa derita hidup yang tertindas.
Lapis arti puisi ‘Di mana kamu, De’Na?’, arti puisi ini mengisahkan peristiwa tsunami di aceh yang menyebabkan kesedihan penyair karena kehilangan De’ Na. Dan berisikan pesan moral atas keterbatasan kemampuan manusia dan kuasa alam.
Lapis arti puisi ‘ Mas Kumambang’, berisikan kegalauan dan keprihatinan W.S. Rendra atas rancaunya peradaban bangsa ini. Pembangunan yang tidak terencana, tidak adanya kedaulatan, kekerasan, dan kekacauan politik.
Lapis arti puisi ‘ Tuhan, Aku Cinta pada-Mu’, mengisahkan kecintaan penyair pada Tuhannya dengan keinginan meningkatkan pengabdiannya.
Interpretasi Kumpulan Puisi “Doa untuk Anak Cucu “dari segi Lapis Objek, Pelaku, Latar, Dunia Pengarang
Objek puisi W.S. Rendra sebagai berikut : alam, manusia, perasaan/ nurani, religi, kekuasaan, persahabatan, permusuhan, kemiskinan, kematian, kebendaan, hukum, kekacauan, bencana, kedamaian, ketatanegaraan, pembangunan, ekonomi, politik, dan gender.
Pelaku dalam kumpulan puisi ’Doa untuk Anak Cucu’ yang tersebar di dalam 22 puisi dapatlah diinterpretasikan sebagai berikut , pelaku sebagai Si aku, Ibu, politisi, Remco, perempuan, lelaki, istri.
Latar merupakan tempat, waktu atau suasana dalam puisi. Latar tempat : ruang, Jakarta, tanah, Indonesia, jalan, rumah sakit, desa, kali, pelabuhan, Ambon, tempat disco, hutan, rumah, gubuk tepi sungai, Aceh, halaman perpustakaan. Latar Waktu : tengah malam, malam hari, zaman edan, fajar, pagi. Latar Suasana : kusuk, risau, ketakutan, murung, prihatin, perenungan, sedih, sunyi, bising/ gaduh.
Dunia pengarang dari kumpulan puisi ” Doa untuk Anak Cucu” yaitu berupa cerita atau lukisan kisah dari pengalaman pribadi dan pemikirannya tentang hubungannya dengan Tuhan, kekuasaan, kebijakan pemerintah, aspirasi rakyat, pembangunan, cinta kasih, hukum, kematian, hakikat kedaulatan rakyat, persahabatan, kekacauan pasca reformasi, dan kisah penutup pada puisi “ Tuhan, Aku Cinta Pada-Mu”, berupa ketakberdayaan si aku menyelimuti rasa sakitnya. Si aku menyadari keterbatasan tubuhnya dan mengungkapkan kecintaannya pada Tuhannya dengan keinginan meningkatkan pengabdiannya
Interpretasi Kumpulan Puisi “Doa untuk Anak Cucu “ dari segi Lapis Dunia
Puisi ”Gumamku, Ya Allah”, dari sudut pandang pilihan kata (diksi), kata Angin dan langit dalam diriku (rasa menyatunya si aku dengan alam) kata kiblat (arah sholat) dan didukung kata kehadiran-Mu (menghadap Tuhan) menyatakan bahwa si aku sedang sholat.
Puisi ” Doa”, menyatakan kepasrahan si aku pada Tuhan merupakan keyakinan si aku tentang kebenaran Allah. Permohonan si aku memperoleh petunjuk Tuhan, bahwa dengan pengampunan atas dosa-dosanya akan memudahkan menerima petunjuk Allah.
Puisi “ Syair Mata Bayi”, menyatakan si aku merindukan kebaikan karena menerima perlakuan buruk dan ancaman. Si aku butuh bantuan atas kegentingan masalah yang dihadapi, harapan si aku bahwa kalbu kunci pemecahan masalahnya.
Puisi “ Tentang Mata”, menyatakan rasa nyaman si aku bersama Tuhan, sisi lain derita si aku karena hatinya terasa terkekang dan adanya ketidakbenaran. Dua sisi kehidupan yaitu derita dan senang.
Puisi “ Inilah Saatnya”, menyatakan waktu yang tepat melupakan jejak peristiwa beban masalah, perjuangan tidak sesuai harapan. Pandangan si aku bahwa saatnya menyadari kalau hidup itu indah, nikmat dan membahagiakan.
Puisi “ Hak Oposisi”, menyatakan pandangan si aku tentang pentingnya oposisi untuk menyerap aspirasi rakyat, akibat-akibat apabila tidak adanya oposisi yaitu derita, terpisah dari rakyat, kepalsuan pencitraan, kesia-siaan tanpa dukungan.
Puisi “ Kesaksian tentang Mastodon-Mastodon”, menyatakan adanya pembangunan yang berlangsung tidak mensejahterakan rakyat. Penekanan penguasa akan peradaban, kebersamaan, berakibat pembodohan rakyat, hukum yang jauh dari keadilan. Penguasa menjadi serakah, saling curiga dan saling bermusuhan. Kehancuran negeri ini bisa terjadi karena bertempurnya mastodon-mastodon (perselisihan para pengusa).
Puisi “ Rakyat adalah Sumber Ilmu”, menyatakan filosofi tentang keseimbangan kedudukan antara pemerintah dan rakyat. Rakyatlah penguasa dan sumber dari dari segala sumber ilmu. Wahyu itu bukan milik penguasa, tetapi wahyu itu hanya ada dalam firman Tuhan. Penjelmaan dari wahyu itu ada di kalbu rakyat. Konsep menuju kalbu rakyat yaitu dengan cinta.
Puisi “ Sajak Bulan Mei 1998 di Indonesia”, dipandang dari sudut pandang suasana menyatakan keadaan yang kacau (jatuhnya para penguasa, korban jwa, kemarahan, ketakutan, hilangnya kepercayaan, hdup tanpa aturan ).
Puisi “ Ibu di Atas Debu”, menyatakan suasana kesendirian dan kegalauan seorang ibu yang tidak ada kejelasan identitas, karena hilangnya jati diri dijarah tangan asing merupakan bentuk penyadaran dan tuntutan ke Indonesia (jati diri bangsa) untuk peduli derita si ibu (pendiri bangsa).
Puisi “ Pertanyaan Penting”, melukiskan suasana yang dikontradiktifkan antara suasana kedamaian/ kemakmuran negeri ini dengan derita rakyat. Pernyataan tuntutan keperpihakan penguasa dan empati yang seharusnya dimiliki para penguasa dan tudingan pada para cukong penyebab kekacauan.
Puisi “ Politisi itu Adalah”, menyatakan politisi identik dengan kemewahan. Ragam jati diri politisi yang suka bermetamorfoses dan berkamuflase sesuai tujuan yang ingin dicapai, menggambarkan politisi yang suka eforia dan haus kekuasaan dan serakah.
Puisi “ He, Remco…”, menyatakan penyebab kematian beragam adanya, karena peluruh nyasar di saat demontrasi, mati karena penyakit diakibat salah pola makan. Ragam tempat, waktu dan peristiwa kematian, yaitu tekanan sosial juga ada yang menjadi penyebab kematian.
Puisi “ Kesaksian Akhir Abad”, menyatakan kesedihan dan kegelisahan si aku atas kondisi bangsa ini, ajaran leluhur nusantara yang sempurna telah hilang oleh eforia yang tidak nyaman ’saat ini’. Masih adanya penjajahan disegala bidang. Realitas bahwa politisi belum memperjuangkan kepentingan rakyat tetapi masih memperjuangkan diri sendiri dan partainya.
Puisi “ Sagu Ambon”, menyatakan keprihatinan dan kesedihan si aku atas kerusuhan di Ambon. Pemahaman konsep hidup damai dari si aku bahwa permusuhan antara saudara itu merugikan diri sendiri.
Puisi “ Jangan Takut Ibu!”, menyatakan bahwa kehidupan terus berjalan dengan ragam peristiwa, diantaranya kekejaman, keserakahan, kesalahan kebijakan penguasa. Si ibu diberikan prinsip hidup bertahan dari gertakan dan ancaman untuk melawan penindasan dan penjajahan. Perjalanan waktu akan mampu menjadikan diri tahan terhadap derita.
Puisi “ Perempuan yang Cemburu”, menunjukkan puncak kemarahan perempuan yang cemburu ketika bertemu lelaki kekasihnya yang serong. Suasana gaduh dan menegangkan, dengan atraktif perempuan memainkan perannya. Puncak kisah ketegangan ketika sabetan pisau si perempuan mengenai si lelaki kekasihnya. Ketegaran si lelaki menghadapi si perempuan yang marah dengan cinta kasihnya. Akhir cerita beradunya cinta kasih mereka dengan keluasan hati si lelaki atas perlakuan si perempuan pada dirinya.
Puisi “ Pertemuan Malam” menyatakan perjalanan alam mimpi si aku yang bertemu ayahanda dan ibundanya. Cerita perjalanan si aku tanpa tujuan di tengah malam. Kemurungan dari selimut beban si aku atas masalah yang datang bersama bagai teka teki tanpa jawab. Pertemuan si aku dengan ayahandanya sebagai sosok yang gagah berwibawa disertai tokoh-tokoh yang identik dengan kemiskinan, kejahatan, kemisterian/ ketragisan. Kehadiran ibunda si aku berharap memperoleh sentuhan sayang orang tuanya, tetapi tidak terjadi. Berpisahlah si aku dengan orang tuanya dan tersadar dari alam mimpinya.
Puisi “ Perempuan yang Tergusur”, Si aku melukiskan perjalanan hidup yang penuh derita dari perempuan yang tergusur. Rasa empati si aku pada perempuan tergusur yang tak bertempat tinggal, tanpa tujuan sebagai korban keadaan dan jauh dari keadilan. Peradaban dan keadilan bagi kaum terhina yaitu derita dan menetap dalam kedudukan keterhinaannya. Kekaguman si aku pada perempuan tergusur atas daya tahan meniti kehidupannya.
Puisi “ Di mana kamu, De’Na?”, menyatakan kesan duka yang diterima oleh si aku atas kehilangan sahabatnya De’Na akibat Tsunami. Bentuk pencerahan dari si aku tentang konsep daulat alam lebih dahulu dibanding daulat manusia. Kerapuhan jiwa si aku atas misteri kehidupan yang menimpah De’Na. Bayangan kengerian dan kesedihan, ketakutan si aku atas kedasyatan daulat alam dan keterbatasan manusia.
Puisi “ Maskumambang”, menyatakan suasana hati yang sedih dan kebimbangan si aku tentang masa depan yang akan diwariskan kepada cucu-cucunya. Kuatnya arus zaman yang mengabaikan nalar sehat menghempas si aku, tetapi bisa bertahan meski dalam kehinaan dan derita. Perjalanan kenegaraan masih dalam bayang kebijakan penjajah yang menyebabkan banyaknya utang, campur tangan asing, hilangnya kedaulatan rakyat.
Puisi “ Tuhan, Aku Cinta Pada-Mu”, menyatakan ketahanan si aku menghadapi rasa sakitnya. Kesadaran si aku akan keterbatasan daya tahan tubuhnya, keinginan si aku terlepas dari konsumsi obat-obatan dan kembali kejalan alam (bersihkan raga dan jiwa/ kesadaran bahwa manusia akan mati) dengan meningkatkan pengabdiannya kepada Allah. Si aku menyatakan kecintaannya pada Tuhan
Interpretasi Kumpulan Puisi “Doa untuk Anak Cucu “ dari segi Lapis Metafisis
Lapis metafisis sifat yang suci yaitu menyatunya si aku dengan alam saat melaksanakan sholat dan merasakan kehadiran Allah di puncak kerinduan si aku pada Tuhan (Gumamku, Ya Allah). Perbedaan penilaian hakiki manusia dihadapan manusia dan Tuhan serta totalitas penghambaan si aku pada Tuhan (Doa). Pencerahan hidup tentang keseimbangan hidup, hakekat kekuasaan rakyat, keadilan, firman Tuhan, naluri rakyat dan tentang cinta kasih (Rakyat adalah Sumber Ilmu). Perjalanan ghaib penyair yaitu kisah penyair yang merasa terbebani banyak masalah dan dalam kemurungan serta alam bawah sadarnya merasakan kehadiran ayah dan bundanya (Pertemuan Malam). Perenungan atas makna peradaban, keprihatinan WS Rendra atas rancaunya peradaban bangsa ini dan kekukuhan jiwa dalam tekanan dan keterasingan (Maskumambang). Penyair mengungkapkan kondisi kesehatannya dan kecintaannya pada Tuhannya dengan keinginan meningkatkan pengabdiannya (Tuhan, Aku Cinta Pada-Mu).
Lapis metafisis sifat yang tragis, yaitu si aku merindukan kejujuran, keceriaan dan kebebasan tetapi yang dihadapi berupa kenyataan yaitu pengkianatan, kebrutalan, kebencian/ kemarahan, ancaman dimana-mana dan memerlukan perlindungan (Syair Mata Bayi). Tekanan psisikis berupa penderitaan hidup, perasaan tertekan karena hilangnya rasa kebebasan, adanya ketidak benaran keadaan tetapi tak mampu berbuat sesuatu karena dikekang penguasa (Tentang Mata). Penyair mengungkapkan bahwa perlawanan pada penguasa yang seharusnya menghasilkan kebaikan tetapi sebaliknya terjadi penghancuran, maka perlu adanya kedamaian kembali (Inilah Saatnya). Tidak adanya oposisi menyebabkan aturan yang tidak sesuai nurani, kebijakan yang dipaksakan, tidak adanya pintu aspirasi, adanya jarak penguasa dengan rakyat, kesendirian dan kesia-siaan keberadaan penguasa (Hak Oposisi}. Pembangunan seharusnya menghasilkan kesejahteraan rakyat, tetapi yang terjadi kekecewaan dan kesengsaraan kehidupan rakyat (Kesaksian tentang Mastodon-Mastodon). Penindasan pada rakyat lapis bawah, kegalauan penyair tentang keperpihakan penguasa pada cukong mengorbankan rakyatnya, kekejaman dan hilangnya nurani penguasa, hukum yang diperjualbelikan, terkoyaknya nurani bangsa atas perlakuan adi kuasa yang gila kejayaan , harta dan kedudukan (Pertanyaan Penting). Melawan rasa takut dari ancaman serta pandangan penyair bahwa penguasa yang rakus, menindas, harus dihadapi dengan keberanian diantara gertakan dan ancaman. (Jangan Takut Ibu!). KKekaguman penyair atas kisah hidup perempuan yang tergusur dengan kisah derita hidupnya yang tertindas, teraniaya tapi mampu bertahan dengan kemampuannya (Perempuan yang Tergusur).
Lapis metafisis sifat yang menakutkan/ mengerikan, yaitu keterpurukan kehidupan akibat tragedi dimasa peralihan kekuasaan, timbulnya korban nyawa, rakyat dalam ketakutan, tidak adanya kepastian hukum, hilangnya daulat rakyat, dan kesedihan si aku atas duka negeri ini (Sajak Bulan Mei 1998 di Indonesia). Ketidak pastian kehidupan, kegalauan pengarang atas kekacuan di Jakarta, dengan pertanyaan lewat sosok Ibu ‘pendiri negeri’ tentang tidak adanya perlindungan hukum, hilangnya daulat rakyat, tidak ada rasa aman, tidak ada kepastian jaminan hidup layak dan kesewenangan penguasa, hilangnya jati diri dan campur tangan asing dalam bidang ekonomi, penyampaian aspirasi yang terabaikan (Ibu di Atas Debu). Masa depan negeri akan mengalami kehancuran karena prilaku buruk politisi. Politisi yang suka kemewahan dan penebar pesona, hyper protektif dan otoriter, munafik dan pemboros, suka eforia, rakus dan gila kekedudukan, tidak idealnya politisi dan masa suram mengancam perpolitikan di negeri ini (Politisi itu Adalah). Ragam prosesi kematian yang tidak sempurna. Mati karena politik, penyakit akibat rakus makan, maksiat, sakit dan kekejaman, serta ragam kematian akibat kekejian yang lain.Terselip kisah tentang gender, petrus, demontrasi mahasiswa, bayi malang dan keinginan adanya perubahan (He, Remco…). Perasaan sedih dan gelisah atas keadaan serba kacau bangsa ini, atas benturan keinginan, pembunuhan, kejahatan terang-terangan tanpa penegakan hukum, nilai kebangsaan yang luntur, belum merdekanya rakyat Indonesia serta rusaknya tatanan kehidupan bangsa Indonesia dan fitrah manusia ciptaan Tuhan YME, serta pentingnya nilai-nilai kemanusiaan (Kesaksian Akhir Abad). Kehancuran akibat permusuhan sesama, penyair merasa prihatin , permusuhan antara saudara di Ambon suatu yang tidak manfaat dan sifat yang suci yaitu menyerukan kedamaian (Sagu Ambon). Degradasi moral dan gender. Imajinasinya pengarang tentang kisah simbolik perlawanan seorang perempuan. Dengan bumbu kisah kehidupan dugem dan kemesraan, tergambar perempuan yang diidentikkan dengan kelembutan bisa berubah ganas dalam kemarahan api cemburu, tetapi ternyata masih terjalin kasih saying (Perempuan yang Cemburu).. Keprihatinan si aku atas kedasyatan daulat alam atas manusia berupa tragedi tsunami di aceh dan kesedihan penyair karena kehilangan De’ Na. (Di mana kamu, De’Na?).
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan hasil penelitian yaitu berdasarkan strata norma dalam kumpulan puisi “Doa untuk Anak Cucu” karya W.S Rendra menunjukkan unsur-unsur pembentuknya dan kesatuan makna. Adapun sesuai fokus penelitian telah dideskripsikan berdasarkan lapis bunyi, lapis arti, lapis objek, pelaku, dunia pengarang , lapis dunia, dan lapis metafisis sesuai dengan strata norma Roman Ingarden dengan pisau bedah atau pendekatan hermeneutik.
Hasil penelitian ini disarankan dikembangkan lebih lanjut atas kumpulan puisi “Doa untuk Anak Cucu” karya WS. Rendra dengan pendekatan semiotic untuk mengkaji makna dan nilai atas karya tersebut. Berdasarkan isi khususnya diksi dan gaya bahasa yang terkandung dalam kumpulan puisi Rendra, kiranya cukup menarik pula jika dikaji stylistikanya.
DAFTAR PUSTAKA
Afifuddin & Beni Ahmad Saebani. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:CV. Pustaka Setia
Alwi, Hasan, dkk.1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dan Balai Pustaka.
Depdikbud. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:PN Balai Pustaka.
Haryono, Edi (ed). 2013. Doa untuk Anak Cucu W.S Rendra. Yogyakarta: PT Bentang Pustaka.
Mulyono, Edi., dkk . 2012. Belajar Hermeneutika. Jogjakarta: IRCiSoD.
Muzir, Inyiak Ridwan.2012. Hermeneutika Filosofis Hans-Georg Gadamer. Jogjakarta:Ar-RuzzMedia
Palmer, Richard E. 2005. Hermeneutika Teori Baru Mengenal Interpretasi. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2012. Pengkajian Puisi. Yogjakarta : Gadjah Mada University Press.