ARUNG JERAM CINTA
Cerpen – Supriyadi Bro
Lelah dan logika telah jauh dari arti kehidupan Hans. Perjuangan panjang cinta Hans bagai bermain arung jeram, penu liku, hempasan gelombang, dan penuh tantangan yang tidak mudah dilaluinya. Hans telah larut dalam rasa cinta mendalam pada gadis yang dikenalnya 3 tahun silam. Kekuatan cinta membuat dirinya terbawa kekuatan rasa pantang menyerah, bahkan logika pikir jadi lumpuh tiada berdaya. Bagi Hans cinta itu butuh pengorbanan dan perjuangan. Apapun tantangan maupun halangan menghadang, hanya satu keyakinan bahwa Yolanda adalah kekasih yang akan mendampingi hidupnya. Ketidaksetujuan Ibu Yolanda harus dia hadapi, seberat tantangan arum jeram di alur maut sebuah lintasan sungai dengan arus deras dan bebatuan yang siap menghempaskannya.
Sejak mengenal Yolanda, perjuangan Hans tidaklah mudah untuk menaklukkan hati gadis semata wayang tersebut untuk menerima cintanya. Hans yang hanya lulusan SMA dengan pekerjaan yang kurang menjajikan, sangat jauh dari Yolanda yang lulusan University of Oxford dan telah mapan bekerja di perusahaan penerbangan internasional.
“Hai, berkaca donk, kamu itu siapa?” kata-kata Yolanda yang pedas itu sempat menggoyahkan langkah Hans untuk lebih mengenal lebih dekat.
“Sana pergi! Ingat ya sebelum aku panggil tuh satpam mall, cepetan angkat kaki….. satu, dua,…. Aku teriak nie panggil pak satpam! Gertak Yolanda menciutkan nyali Hans.”Pak Satpam…..!!!”
“Stop….Ok… Ok… Ok… Aku pergi sekarang. Tapi ingat ya…. Aku akan terus berharap untuk kamu menerima aku sebagai sahabat dekatmu,” Hans secepat kilat menghentikan teriakan Yolanda dan terbirit menjauh dari gadis impiannya itu.
Perbedaan pendidikan dan status kerja serta penghasilan, tidak menyurutkan perjuangan Hans. Walau sudah berkali-kali penolakan Yolanda, akhirnya Yolanda takluk melabuhkan cintanya pada Hans. Andai kisah perjuangan cintanya menaklukkan hati Yolanda disenetronkan, akan menarik minat penonton dan menghabiskan beberapa episode.
Takluknya hati Yolanda bukan berarti arus deras lintasan arung jeram cinta Hans menemui kebahagiaan. Ibarat arus air sungai yang makin keras di aliran yang makin curam dan berliku serta banyak rintangan batu menghadang di lintasan arung jeram, cinta Hans pada Yolanda mendapat penolakan dari ibunya Yolanda.
“Kamu Hans yang diceritakan Yolanda itu ya, yang mampu merebut hati Yolanda dari hati saya. Pantas juga kamu dapat status pemuda kurang pendidikan, hanya lulusan SMA, belum punya kerja mapan tapi sudah berani mencintai Yolanda yang berpendidikan tinggi, sudah mapan kerja dan penghasilannya. Kamu ingin jadi benalu kalau sudah berkeluarga nanti,” ejek ibu Yolanda menyayat hati Hans.
Tidak sekali dua kali saja kata-kata pedas masuk ketelinga Hans setiap pertemuan dengan Tante Hilda, yang sangat protektif sebagai ibu yang menyayangi Yolanda anak semata wayangnya. Bahkan kisah tragis pernah dialami Hans ketika bertamu ke rumah Yolanda, tanpa perasaan mengusir Hans dengan mengibas-kibaskan sapu dari lantai ke arah wajah Hans. Hanya bisa pasrah menerima perlakuan yang tiada pantas tersebut dengan hati perih, tanpa disadari matanya sembab memerah. Sebagai lelaki ia pantang menyerah dan pantang menangisi nasib yang diterimanya, tetap berusaha berdiri dan berjalan tegak melangkah meninggal rumah kekasihnya.
“Maafkan perlakuan Ibu ya Hans…,” ujar Yolanda melepas kepergian kekasihnya dan kemudian lari ke kamar, menghempaskan tubuhnya ke kasur menumpahkan air mata membasahi pipinya yang kian merona kemerahan.
Banyak teman yang menaruh empati atas perjuangan Hans meraih impian cintanya. Perlakuan Ibu Yolanda pada Hans, sungguh membuat geram teman-teman baiknya. Hinaan dan cacian bahkan perlakuan tidak simpati dari ibunya Yolanda sering diterima Hans. Berbagai masukan diberikan supaya dia melupakan Yolanda, masih banyak gadis lain yang lebih baik dan bisa menerima Hans.
Rumah Hans tidaklah jauh dari rumah Yolanda, mereka bertetangga dan hanya selisih beberapa rumah berada diberang jalan. Hidup di perumahan memang tidak seharmonis kehidupan di kampung. Rata-rata banyak yang tidak saling kenal antara keleuarga satu dengan lainnya. Beda cara pandang kehidupan keluarga Yolanda, beda pula kehidupan keluarga Hans. Orang tua Hans memiliki cara pandang yang demokratis, sepenuhnya percaya pada Hans memilih jalan hidupnya.
Kisah cinta dua insan ini menjadi sebuah parodi yang unik karena latar belakang dan kedekatan jarak rumahnya. Suatu ketika Hans berencana membangun kedekatan Yolanda dengan orang tuanya. Maksud ini awalnya mendapat penolakan dari Yolanda karena takut dan jelas akan dilarang ibunya. Hans menjelaskan dan mengatur alur pertemuan Yolanda supaya bisa bertemu ayah dan ibu Hans. Yolanda sepulang kerja akan dijemput Hans pakai mobil ayahnya. Supaya tidak diketahui tante Hilda, Yolanda diminta tidur dibangku belakang mobil sampai mobil posisi masuk di garasi. Hans akan menurunkan Yolanda saat pintu garasi sudah tertutup kembali. Aksi ini berhasil, berulang pertemuan terjadi dan menjadi cara yang dianggap tepat untuk menjalin kedekatan Yolanda dengan keluarga Hans.
Sepandai tupai melompat akhirnya jatuh kepelimbahan juga. Kebahagiaan dua insan ini tidaklah terlalu lama. Keteledoran Hans menutup pintu garasi saat Yolanda keluar dari mobil dan saat bersamaan ibu Yolanda menyaksikan dari balik kaca mobilnya saat pulang dari belanja. Sejak saat itu pulang pergi kerja Yolanda diantar jemput sopirnya atas perintah tante Hilda. Hans kehilangan kesempatan bertemu Yolanda. Kegelisahan pun memuncak sejak ultimatum jatuh dari bibir tante Hilda. Yolanda tidak diijinkan bertemu Hans dan akan dijodohkan dengan pria pilihan ibunya. Sosok pria yang sangat mapan, pengusaha property dan lulusan doktor (S3). Bahkan tante Hilda berupaya menjauhkan putri kesayangannya dari Hans, yaitu dengan mengikutkan Yolanda tinggal di rumah Om nya di luar kota.
Bukanlah Hans kalau harus berputus asa dan menyerah begitu saja. Hans tetaplah Hans, tidak ada kibaran bendera putih apalagi mundur “alon-alon”. Yolanda telah menerima cintanya, bagi Hans hanya satu tekad yaitu Yolanda harus jadi permaisuri hidupnya. Hingga akhirnya datang pesan WA, “Hans, jemput aku di Bandara Juanda Surabaya, aku melarikan diri dari rumah paman. Mama memaksa aku, Sabtu depan dinikahkan dengan pria pilihan Mama. Aku akan ikut dengan kamu apapun resiko yang akan terjadi”. Sempat sock tak percaya menghadapi kenyataan sikap nekad Yolanda, Hans segera bergegas pergi menjemput kekasihnya.
“Kamu sudah pikirkan akibat dari apa yang kamu lakukan?” Ucap Hans pada Yolanda sesaat setelah saling diam sambil nyeruput kopi di café kesayangannya.
“Sudah tidak ada jalan lain, Hans. Sudah terlanjur basah, apapun resikonya aku siap menerima.” Kata-kata Yolanda lemah menahan beban berat dihatinya, yang hampir tak terdengar tertelan music yang mengalun. “Pokoknya aku ikut kamu, bawahlah pergi jauh dan bila bisa kita nikah sekarang.” Bagai bumi berputar seketika yang dirasakan Hans mendengar ucapan kekasihnya itu. Bagaimana tidak pusing tujuh keliling, satu sisi merasa bahagia mendapatkan keyakinan kalau Yolanda benar-benar mencintainya, tetapi jelas dihadapannya kini api siap berkobar yang harus dihadapinya.
“Hans, kamu harus ambil keputusan sekarang.”
Bagai sambaran petir yang menggelegar, walau sebenarnya diucapkan Yolanda dengan tanpa tenaga. Benar-benar diluar perhitungan Hans, semua berubah begitu cepat sederas air dilintasan arung jeram. Gelombang siap menghempas dirinya diantara bebatuan keras yang menghadang.
“Baik… baiklah, sekarang ikut aku ya…?”
Hans menarik tangan kekasihnya dengan genggaman jemarinya yang takut kehilangan Yolanda kekasih hatinya.
Selama perjalanan kedauanya saling diam, meski sebenarnya hatinya gaduh beradu argumen apa yang akan dilakukan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Di sebuah pertigaan hampir saja Hans menabrak seorang ibu yang sedang menyeberang. “ Hans, awas….!!!!” Teriakan Yolanda menyadarkan lamunannya.
“Gila kamu Hans, kalau mati berangkat sendiri sana. Jangan ajak-ajak orang donk, kasihan ibu tadi kalau dia tertabrak dan meninggal!”
“Tidak donk, aku kehilangan konsentrasi tadi. Kalau mau mati tentu tidak dengan ibu tadi, tapi aku lebih siap mengajak kamu bersama,” jawaban yang lepas begitu saja dari mulut Hans.
“Ngaco kamu, siapa yang mau mati sama kamu. Aku masih ingin menikmati indahnya hidup, Hans,” sela Yolanda sedikit sewot dan merajuk manja. Suasana sedikit mencair dari kebekuan rasa hati keduanya.
Perjalanan dekat terasa lebih panjang, dan akhirnya rodapun berhenti tepat di pintu gerbang rumah kakek Surya. Dengan cekatan satpam membuka pintu gerbang. “Lho, mbak Yolanda, tumben kemari?” Sapa pak Darman penuh keheranan. Pak Darman cukup mengenal Yolanda, karena kecilnya dulu sering digoda pak satpam yang kini rambutnya mulai memutih itu. “Kakek nenek pada sehat, ya pak?” Yolanda membalas sapaan pak Darman. “Alhamdulillah, sehat ning. Silahkan masuk…”
Keterkejutan kakek dan nenek hampir sama dengan pak Darman, saat menyambut kedatangan Yolanda. Kedua remaja itupun menceritakan perjalanan cintanya setelah sempat istirahat sejenak dan menikmati suguhan yang disajikan. Hati Hans kembali bergolak laksanakan gunung merapi menahan muntahan lavanya, ketika menunggu tanggapan dari kakek dan nenek Yolanda. Beberapa kali gelengan kepala mereaksi cerita perjalanan cinta Hans dan Yolanda, sesekali saja memberi sinyal manggut-manggut.
“Kek, tolong Yolanda… aku tidak mau nikah dengan orang pilihan mama, lebih baik aku mati saja dari pada menjalaninya.” Sambil menangis terisak dan memeluk kakeknya dan kemudian merebah dipangkuan neneknya. Dengan penuh kasih sayang, nenek mengelus rambut cucu satu-satunya itu, “sabar Nduk, ojo gampang putus asa dalam hidup itu.”
Tiba-tiba kakek Yolanda menepuk pundak Hans, “Arung jeram perjalaanan cinta kakek dulu untuk mendapatkan nenek, tampaknya terputar kembali.” Tarikan nafas panjangpun terlihat dari gerak pundak kakek yang tampak tidak kekar lagi. “Jadi kakek dulu juga mengalami perjalanan cinta seperti mengarungi medan arung jeram seperti yang saya alami sekarang ini, Kek?” sedikit tampak reaksi tercengang dipenuhi rasa penasaran. Meamandang tajam ke arah Hans, seperti harimau yang siap menerkam mangsanya. “Betul 11 12, saya bangga atas sikap kamu yang pantang menyerah untuk mendapatkan cucuku. Mantap!!! Teruskan!”diikuti kepalan tangan yang tampak mulai keriput. “Jadi kakek mendukung atas rencana yang saya ceritakan tadi untuk segera menikahi Yolanda,” kata Hans merasa lega mendapat dukungan kakek dan nenek Yolanda.
“Lakukan yang seperti kakek lakukan dulu sebagaimana nenek ceritakan kepada kalian tadi.” Suara berat kakek seberat keputusan memberikan dukungan pada cucunya. “Kakek dan nenek siap sebagai pihak ketiga yang menjadi jalan pembuka restu dari ibunya Yolanda. Sebagaimana kakek dulu dibantu oleh kakek dan nenek dari istri kakek. Saya akan berbicara dengan ayah Yolanda, pernikahan bisa dilaksanakan di rumah kakek. Urusan ibunya Yolanda akan diselesaikan oleh nenek.”
“Permaianan arung jeram harus ada garis finishnya, kamu tidak boleh terus menerus bersembunyi di balik batu karena takut hempasan air sungai yang deras di alur arung jeram yang harus kalian lalui, “ kata nenek yang tidak kalah seriusnya dengan kakek yang memberikan dukungannya. “Dulu ibunya nenek juga menentang pernikahan kakek nenek, karena perbedaan status. Bahkan sampai nenek punya keturunan, baru ibu nenek mau menyapa kakek dan menerima pernikahan kakek nenek,” ucapan nenek lemah hampir tidak terdengar dengan pandangan jauh menerawang ke masa lalu. “Kakek itu seperti kamu Hans, lelaki hebat, lelaki pejuang cinta dan pecinta sejati,” berkata sambil senyum dan memeluk kakek. Yolanda dan Hans saling pandang, selanjutnya turut serta memeluk kedua kakek dan nenek tercintanya.
Drs. Supriyadi,S.E,M.Pd, lahir di Surabaya, 24 Nopember 1966, tinggal di Kabupaten Mojokerto. Berdinas sebagai Kepala SMPN 2 Trawas dan Dosen di STIE AL-ANWAR Mojokerto, menyandang nama pena Supriyadi Bro untuk mendekatkan diri pada pembaca karyanya.
Karya tulis yang dihasilkan yaitu, beberapa kali karya puisi, cerpen, artikel essay di muat di Serambi Budaya Radar Mojokerto, Buku Sehimpun Puisi “KADO KATA”(2017), “MUTIARA JIWA”(2018), “KADO KATA” cetakan ke -2(2018), Buku sehimpun puisi bersama 12 penyair “MELIPAT WAKTU”(2018), Buku Bunga Rampai Tadarus Puisi Mojokerto ,”SAJAKKU SAJAK ALIF”(2018),Buku Sehimpun puisi bersama 25 penyair “MERAWAT JIWA YANG HILANG” (2018), Buku Antologi puisi bersama 1000 Guru ASEAN “GURU Tentang Sebuah Buku dan Rahasia Ilmu”(2018) “TAMASYA WARNA” Karya bersama 27 penyair (2018), Buku Kumpulan Puisi “MENJARING LANGIT”(2019). Kumpulan Puisi bersama “PEREMPUAN-PEREMPUAN KENCANA”, (2020), Kumpulan Puisi bersama “CORONA”, (2020), Buku Kisah Inspiratif Guru Sukses Nusantara “BANGGA MENJADI GURU” (2020), Buku 123 Gurusianer MediaGuru “BERANI MENGAJAR, SIAP BELAJAR”(2020), Buku 123 Gurusianer MediaGuru “PEJUANG LITERASI”(2020). Buku Nulis Bareng Pak Dhe Angkatan 2 bersama 62 Insan Pendidik se-Indonesia “Menuangkan Ide Menjadi Buku ”, (2020), Buku Nulis Bareng Pak Dhe Angkatan 2 bersama 70 Insan Pendidik se-Indonesia “Trik Menembus Penerbit Mayor ”,(2020), Buku Antologi Cerpen “ARUNG JERAM CINTA”, (2021)
Drs. Supriyadi, S.E, M.Pd.
Alamat : Jalan Brangkal Indah 1/1 RT.4, RW.2, Desa Brangkal, Kec. Sooko, Kab. Mojokerto
Hp/WA. 085232960766, Email : supriyadi.mojokerto@gmail.com – FB: Supriyadi Bro
PENGHARGAAN
- Penghargaan Bupati Kab. Mojokerto : Pembina Lomba Takbir
- Ketua STIE AL-Anwar Mojokerto : Dosen Teladan- 2
- Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Mojokerto : Pembina Juara 1 Cipta dan Baca Puisi
- Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Mojokerto : Pembina Juara 1 Baca Puisi
- Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Mojokerto : Juara -1 Seleksi dan Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan Berprestasi dan Berdedikasi se-Kab. Mojokerto , tahun 2018
- Penghargaan Bupati Mojokerto : Penulis Produktif 2019