AIR MATA MELISA
Masa kecil kembali membayang, saat mentari panas, kaleng kecil dan kemucing kecil jadi sahabat setianya. Melisa kecil yang lincah berpetualang di perempatan jalan demi menyambung hidup. Rasa panas aspal jalanan, asap kendaraan yang menyesakkan nafas, menangkal pelecehan seksual, menjadi beban harian yang harus dijalani kala itu. Kerasnya kehidupan jalanan di masa kecil hingga remaja, ternyata tidak mampu menjadi imun jiwanya yang goyah saat ini.
Melisa sempat menikmati madu cinta dan kehidupannya. Seorang pemuda pekerja sosial berhasil mengetuk hati dan mempersunting Melisa. Hidupnya bahagia bersama Rinto suami tercinta yang sabar dan setia. Musibah menimpa, Rinto meninggal dalam kecelakaan tertabrak mobil saat bertugas. Peristiwa yang berat dan merengut kebahagiaan itu bisa dilaluinya dengan baik, Melisa bisa bangkit menapaki terjal kehidupannya.
Melisa menerima nasibnya untuk terus bisa bertahan hidup. Berbagai profesi ia jalani, dan akhirnya ia putuskan menjadi asisten rumah tangga. Awalnya berjalan normal saja, tapi titik api masalah mulai menjamah dan membakar jiwanya. Saat malam larut dalam guyuran hujan deras, datanglah pesan lewat WA padanya, “Maaf Melisa, istriku struk dan tidak bisa melaksanakan kewajibannya. Aku ikhlas jalani apa adanya. Tapi sekali lagi maaf Melisa, istriku memaksaku untuk menyampaikan pesan ini. Kesabaran dan kebaikanmu merawat dia, berujung istriku memintamu bersedia menjadi istri keduaku. Maaf aku sampaikan lagi, meskipun istriku sudah menyampaikan langsung padamu. Kebaikan kamu selama ini pada keluargaku, membuat aku tidak sanggup bicara langsung padamu .” Melisa seketika lemas tanpa daya, hanya air mata mengucur sederas hujan malam itu.
Mojokerto, 15/7/2020