HIDAYAH KESETIAAN CINTA
Kupandangi acak deret sandal dan sepatu di pelataran Masjid Raya, di kota yang terkenal dengan kuliner gudeg. sepasang sandal jepit usang, tipis dan berlubang jadi titik fokus perhatianku. Terbesit olehku kemiskinan yang mendera pemiliknya. Seminggu selalu terlihat di tempat yang sama, belum juga kutemui pemiliknya. Akhirnya intaianku berhasil, sesosok kakek berkopyah usang terbungkuk-bungkuk mengambil dan memakai sandal jepit tersebut. Kukuntit dari belakang untuk menjawab kepenasaranku tentang pemilik sandal jepit usang itu.
Benar dugaanku kakek itu bernama kakek Marjiin, hidup di rumah tua dengan perabot yang tak kalah udzurnya. Perkenalan singkat dan menyibak misteri kehidupan mbah Marjiin, membuat trenyu dan simpati atas perjuangan hidup yang sungguh berat. Hidup seorang diri, meski sebenarnya punya lima anak laki-laki yang telah berkeluarga dan tinggal di luar kota. Keseharian mbah Marjiin adalah berjualan kerak telor makanan khas kota kelahirannya. Merantau di Jogja tiga puluh tahun yang lalu. Istri Mbah Marjiin meninggal ketika melahirkan anak ke lima, karena terjadi pendarahan hebat. Tentu tidak mudah berperan ganda, bapak dan ibu sekaligus. Kesetiaan dan cintanya pada sang istri, beliau memilih tidak menikah lagi.
Kesulitan hidup tidak membuatnya putus asa. Sungguh haru penuh kagum menyentuh kalbu, tanpa sadar meneteslah air mata ketika mbah Marjiin menyatakan rasa syukurnya dan menutup perjumpaan denganku. “Doakan ya nak, bulan depan saya berhaji memenuhi panggilan Allah dari hasil menabung 45 tahun,” katanya sambil menarik nafas panjang. Terkesiap seketika dan rasa malu menghujam, seakan tertampar wajahku dengan telak. Betapa pintu hidayah jauh dariku. Kekayaan yang melimpah kumiliki, belum memberi getaran menuju ke Baitullah. Astaghfirullah….
Mojokerto, 20/11/2021