TITIK HITAM MEMBAYANG
Aku kadang merasa lelah mengejar cinta gadis yang satu ini. Kecerdasan dan logika kalah oleh rasa mencintai yang berlebih. Banyak gadis lain mendekat untuk memperoleh perhatianku, tapi entahlah belum ada kimestri. Rasa cinta tidak bisa diminta atau dipaksakan. Keresahan dan kerinduan untuk jumpa makin menyiksa akhir-akhir ini. Sebelumnya, berbagai cara aku lakukan untuk sekedar mencari perhatiannya. Beberapa kali juga rasa kecewa yang kudapatkan. Dia selalu menghindar setiap aku mendekatinya, hanya tatapan acuh yang terlihat. Keberuntungan sedikit berpihak saat aku berhasil mendekatinya dan meminjam buku catatan. Dengan senyumnya yang khas, dia menyerahkan buku catatannya dan berkata, “Jangan lupa bayar ongkos pinjam, ya?” Lha, ternyata matre juga. Tidaklah, mungkin sekedar candaan. Pikiranku meralat, atas asumsi yang terlalu prematur.
Esoknya, aku tidak menemukan dia di kelasnya. Aku mencoba mencari informasi, menurut teman sekelasnya dia tidak masuk hari itu. Dan betapa terkejut atas informasi yang kudapat di hari berikutnya, ternyata gadis itu pindah sekolah. Cinta memang butuh diperjuangkan, aku datangi rumahnya. Pagar dan pintu rumah tertutup rapat, tidak satupun penghuninya. Informasi yang kudapat dari tetangganya, ternyata pindah keluar kota. Sedikit keberuntungan lagi, ada jejak yang aku peroleh dari teman dekatnya. Alamat berhasil aku dapat, akupun nekat bertandang ke rumahnya di kota yang terkenal dengan kuliner gudeg.
Saat itu waktu telah menunjuk pukul 16.00, aku ditemui ayahnya. Di awal sempat keder juga, ayahnya seorang TNI yang terlihat sangat berwibawa. Akhirnya aku berhasil menemui gadis itu. Percakapan berlangsung panjang, seperti sepasang kekasih yang saling melepas rindu. Entahlah, kimestri tumbuh dan terasa klik. Sempat termenung panjang saat dia menghargai perjuangan dan kejujuranku saat menyerahkan kembali buku catatannya. Dan aku sampai gelagapan saat dia bertanya tentang apa yang membuatku berusaha mendekati dan mencari perhatiannya. “A… aaakuu… suka dan tertarik sama kamu, karena…. titik hitam…. di atas kanan sudut bibir kamu”. Dia ganti yang salah tingkah mendengar jabawabanku yang spontan. Tanpa dikomando kami berdua tertawa lepas. Sesaat kemudian diam dalam kesunyian dan saling pandang penuh rasa. Dia tidak menyangka kalau tahi lalat yang selama ini ingin dibuangnya ternyata mempunyai daya tarik.
Mojokerto, 20/8/2020