RINDU AROMA SURGA
Keseharian mbah Marjiin seperti putaran jarum jam, tetap dalam lintasan yang sama. Di usia yang telah melampaui tiga perempat abad, semangat kerjanya tidak mengenal kata surut. Setiap hari bergelut dengan tumpukan sampah plastik. Profesi tersebut dilakukan mbah Marjiin sejak mengundurkan diri sebagai kuli panggul di toko beras Koh Kacung. Saat ini hanya hidup berdua dengan istri tercintanya yang berbaring lemah karena sakit strok. Meski predikat pencari sampah sudah melekat, namun dikenal rajin ibadah dan dituakan di lingkungan jamaah masjid kampungnya. Beliau sering mendapat amanah sebagai imam salat jamaah. Ketaatan ibadah telah meningkatkan derajat kemulyaan mbah Marjiin.
Malam itu mbah Marjiin menghitung berulang-ulang uang yang disimpannya di sebuah kaleng kerupuk besar di almari tuanya. Waktu telah menunjuk pukul 24.20, mata mbah Marjiin belum juga mau terpejam. Hatinya resah untuk mengambil keputusan yang teramat berat. Uangnya digunakan dulu untuk melunasi keberangkatan umroh atau biaya berobat istrinya. Keduanya memiliki arti penting dalam hidup seorang mbah Marjiin. Sudah 45 tahun mengumpulkan uang pecahan untuk menggapai mimpinya beribadah di dekat ka’bah dan berkunjung ke makam Rosulullah.
Batas akhir pelunasan umroh tinggal 17 hari lagi, tepatnya tanggal 15 September. Benar-benar diambang ketakberdayaan seorang Marjiin, ditambah lagi kondisi istrinya juga kian melemah. Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu yang sama tua dengan pemiliknya. Setelah dipersilahkan masuk tamu itu berkata, “Mbah, saya Sinyo anak Koh Kacung. Maksud kehadiran saya mengantar titipan papa untuk pesangon mbah Marjiin yang baru bisa dipenuhi papa.” di serahkannya sebuah amplop besar dan tebal. Sepulang Sinyo, dibuka amplop yang ternyata berisi uang 50 juta. Sujud syukur atas nikmat rezeki pembuka pintu mengungkapkan cintanya, pelepas rindu aroma surga.
Mojokerto, 30/8/2020