MERPATI PUTIH
Bel telah terdengar bersama teriakan riang siswa, pertanda berakhirnya pembelajaran. Siswa berhamburan keluar ruang kelas, suasanapun makin riuh. Ibarat berbalik permukaan, suasana tersebut seakan makin mengisi ruang dada Maharani dan membuat makin sempit aliran udara nafasnya. Beban hidup yang dialaminya, sungguh tiada jeda menimpa. Bulat sudah niatnya untuk ambil jalan pintas, gegap gempita masa-masa SMA jadi suram dan gelap. Maharani pilih lintasan yang terpisah dengan teman sebayanya. Menangis di sudut sepi, curahkan kegelapan hati. Mata memandang makin gelap dan nanar, tidak kokoh lagi pegangan jemari pada pagar pembatas lantai 3 sekolahnya.
“Hai… Hai…. Jangan lakukan itu!”, secepat kilat Dory berhasil raih dan menarik tangan Maharani. Meraung dan meronta, Maharani berusaha melepas pegangan Dory. Dipeluk makin erat dan meminta Maharani melepaskan amarahnya. Setelah merasa tenang, ia mencurahkan luka hati yang perih, serta hampir membuat akhiri hidup nya. Untunglah Dory mampu membuka pintu hati Maharani, untuk menerima kenyataan hidup.
Hari terus melaju, Maharani mampu bangkit dari keruntuhan hati. Ia pun bertekat mendirikan komunitas remaja anti galau. Dia banyak belajar untuk tumbuh kuat dari kehancuran keluarganya. Belajar dari kesepian hati, putus cinta, kegalau diri tanpa jawab. Walau ada ombak besar menghempas, perahu harus tetap melaju. Maharani akhirnya tumbuh kembang bersama komunitasnya MERPATI PUTIH. Komunitas tanpa tangis, tanpa pamungkas hati.
Mojokerto, 30/9/2020