LIMA PENGAWAL KERANDA
Kesedihan mendera keluarga Masyhuri, semalam buah hatinya meninggal. Keluarga Masyhuri tergolong keluarga kurang mampu di desanya. Pekerjaan sehari-hari sebagai buruh di sebuah home industri. Isterinya meratap sedih di depan jenazah anak bungsunya. Masyhuri sendiri terlihat linglung menghadapi cobaan hidup yang sangat berat tersebut. Kepergian anaknya begitu cepat terjadi, tiga hari yang lalu masih bermain lompat karet bersama teman-teman SMP-nya. Semenjak berlakunya siswa belajar di rumah, lapangan depan rumah Masyhuri memang tampak selalu ramai anak bermain ketika malam hari,.
Malam itu anaknya mengeluh demam, sang istri memberikan air hangat dan obat penurun panas. Hari-hari berikutnya belum menunjukkan perkembangan membaik, tetapi kondisinya semakin melemah. Masyhuri dan isterinya panik luar biasa ketika anaknya mengalami batuk-batuk dan sesak nafas. Keduanya makin tertekan dengan ketiadaan biaya untuk membawa anaknya ke rumah sakit. Apalagi di masa pandemi Covid-19 ini, dia juga dihantui rasa takut membawa anaknya ke rumah sakit. Bayang-bayang kekawatiran satu keluarganya harus diisolasi, takut kalau discrening oleh pihak rumah sakit terbukti positif terjangkit Corona. Tepat pukul 02.00 dini hari, anaknya menghembuskan nafas terakhirnya.
Kepedihan hidup Masyhuri belum berakhir. Sampai saat penggali kubur mengabarkan telah selesai menggali, para tetangga belum juga tampak takziyah. Betapa tersayatnya hati Masyhuri dan istri serta dua anaknya yang lain ketika pak Mudin mengatakan, “Terpaksa jenazahnya harus diberangkatkan. Tampaknya pelayat tidak ada yang datang lagi, mungkin takut terkena Corona.” Keranda jenazahpun akhirnya diberangkatkan dengan lima pengantar, melaju ke makam di antara keramaian jalanan. Anak laki-lakinya menjadi pengendali di depan, Masyhuri mendorong di belakang bersama pak Modin, disertai istri dan anak perempuannya di belakang keranda.
Mojokerto, 4/ 7/ 2021