KILAU MUTIARA HATI
Siswa yang satu ini memang agak beda. Beberapa guru membicarakan nama yang sama, Fery siswa yang selalu bikin ulah. Berbagai pelanggaran yang dilakukan Fery jadi bahan diskusi pagi itu. Sanksi sudah diberikan untuk beri efek jerah, teguran, point, bahkan skorsing belum juga membuatnya berubah. Pelanggaran kali ini benar-benar katagori berat, memukuli adik kelasnya hingga berdarah di bibir dan hidung.
Ferry sebenarnya lelah dengan sanksi yang diterimanya. Tapi ada saja penyulut yang membuatnya lepas kontrol. Dia memukuli adik kelasnya, karena rasa solidaritas pada teman sekelasnya yang dibuly. Tapi predikat nakal sudah melekat pada dirinya, kebaikan yang dilakukan selalu salah. Hanya satu teman perempuan lain kelas yang mampu memahami apa yang dia lakukan. Fery banyak curhat tentang keinginan dan maksud setiap perbuatannya. Melisa nama gadis yang mampu mengerti dan menundukkan hatinya. Tanpa kehadiran Melisa yang menjadi media penerjemah sikap Fery, tentu sudah dikeluarkan dari sekolah.
Keinginan untuk sampaikan rasa terimakasih, malam itu Fery datang ke rumah Melisa. Orang tua Melisa menunjukkan sikap kurang suka, karena tampilan Fery yang bermode punk. Fery tidak diberi kesempatan jumpai Melisa. Esok paginya Melisa mencari Fery di kelasnya, tidak ketemu. Temannya memberi informasi bahwa Fery tidak masuk karena luka parah alami kecelakaan, sepulang dari rumah Melisa. Sehari kemudian sepucuk surat dititipkan temannya untuk Melisa. “Terimakasih ya, kamu telah membantu dan memahami aku. Maafkan aku telah membuat kamu dimarahin ortu kamu. Sampaikan maafku pada semua guru, teman-teman, terkhusus ortu kamu, atas ulahku. Aku sulit bernafas, beberapa tulang rusukku patah tertabrak sepeda motor. Maafkan aku Melisa, aku suka kamu mau menerima aku bukan atas dasar tampilan dan ulahku, tapi kedalaman rasa dan hatiku”. Belum juga melipat surat dari Fery, tiba-tiba ketua kelas mengumumkan kabar duka bahwa Fery meninggal dunia.
Mojokerto, 16/8/2020